Rabu, 08 April 2009

PENANGANAN TANAH LONGSOR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum peristiwa bencana longsor merupakan peristiwa yang terjadi

berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana tersebut menjadi lebih sering terjadi. Akibatnya, bencana tersebut sering dianggap sebagai sebuah sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi kita.Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia,lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.Konsekuensi dari tubrukan tersebut adalah terbentuknya jalur gunungapi dan vulkanikdi Indonesia. Keberadaan jalur gunung api di wilayah Indonesia menyebabkan beberapawilayah Indonesia memiliki bentuk lahan pegunungan dan perbukitan yang memiliki lereng yang landai hingga terjal. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia memiliki berbagai potensi bencana seperti letusan gunung api, tsunami, gempabumi, banjir, dan longsor.

Bencana tanah longsor merupakan bencana yang setiap tahun terjadi di

Indonesia. Intensitas kejadian longsor semakin meningkat memasuki musim penghujan. Selain disebabkan faktor geologis dan geomorfologis Indonesia, perubahan fungsi dan tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa pengaruh yang besar sebagai penyebab longsor. Perubahan fungsi lahan tersebut menimbulkan kerusakan lahan, hutan dan air, baik langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi ketidakmampuan lahan mendukung kehidupan. Pemanasan global akibat terus meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer mempengaruhi intensitas bencana longsor yang terjadi. Kondisi tersebut

sebagai akibat penggunaan bahan bakar yang berlebihan dan pengurangan luas ruang terbuka hijau yang ada, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pola iklim dan cuaca yang ada. Perubahan pola iklim dan curah hujan meningkatkan intensitas curah

hujan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Intensitas curah hujan yang tinggi di beberapa wilayah dengan kondisi lahan yang kritis menyebabkan terjadinyad longsor di beberapa wilayah di Indonesia.

Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologis menyebutkan

setidaknya terdapat 918 lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antaralain, Jawa Tengah 327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53 lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dansisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta. Berdasarkan data tersebut sebagian besar lokasi tanah longsor berada di Pulau Jawa. Prakiraan daerah rawan longsor di Pulau Jawa

Secara umum peristiwa bencana longsor merupakan peristiwa yang terjadi

berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana tersebut menjadi lebih sering terjadi. Akibatnya, bencana tersebut sering dianggap sebagai sebuah sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi kita.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas maka kami merumuskan masalah yang perlu ditanggulangi sebagai berikut :

1) Faktor apa saja yang menyebabkan bencana tanah longsor ?

2) Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya bencana tanah longsor ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tanah Longsor

Di banyak Negara di dunia yang negaranya bergunung-gunung dan berbukit-bukit seperti Indonesia, Jepang, Norwegia, Swiss,Yugoslavia dan lainnya longsoran sering terjadi, yang merupakan problem yang serius dan harus ditangani. Di Indonesia,semenjak tahun 2000 banyak tempat didaerah yang berbukit-bukit mengalami longsoran, yang terjadi selama musim hujan.

Pada bulan November 2003 lonsoran di Sungai Bohorok Sumatera Utara telah telah menelan korban 151 orang dan 100 orang hilang, sedang di desa Plipir Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah, 7 orang tewas tertimbun tanah longsor.

Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide) merupakan suatu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian ataupun adanya korban manusia, akan tetapi juga kerusakan secara langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunandan aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya. Bencana alam gerakan massa tersebut cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia.

Gerakan massa umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang getaran atau gempa juga menyokong kejadian tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat adanya keruntuhan geser di sepanjang bidang longsor yang merupakan massa bergeraknya tanah atau batuan. Keruntuhan, umumnya dianggap terjadi saat tegangan geser rata-rata di sepanjang bidang longsor sama dengan kuat geser tanah atau batuan dapat ditentukan dengan uji laboratorium atau uji lapangan. Akan tetapi saat terjadi keruntuhan bertahap, longsoran tanah terjadi pada tegangan geser yang kurang dari kuat geser puncaknya (biasa diperoleh dari uji triaksial atau geser langsung). Keruntuhan bertahap, umumnya diikuti oleh distribusi tegangan tidak seragam di sepanjang bidang longsor pada tanah atau batuan berlapis ketika bidang longsornya memotong material yang berbeda sifat tegangan regangannya.

Keruntuhan lokal juga dapat terjadi, maksimum pada suatu titik didalam tanah atau batuan melampaui kuat geser puncaknya. Hasil analisis menunjukan bahwa pada awalnya tegangan geser maksimum terjadi didekat kaki lereng dan dititik dimana kuat geser tanah terlampaui. Setelah itu, keruntuhan melebar ke atas lereng. Dalam kenyataanya, bertambahnya regangan (yang menuju ke kuat geser puncaknya) bertambah dengan bertambahnya tegangan normal yang menyokong berkembangnya longsoran secara bertahap.

B. Rayapan (creep)

Rayapan atau rangkak (creep) didefenisikan sebgai gerakan tanah atau batuan pembentuk lereng yang kurang lebih kontinyu dalam arah tertentu. Rayapan ini bisa terjadi pada kedalaman tertentu. Proses rayapan sring digambarkan sebagai peristiwa geser kental (viscous shear) yang menyebabkan deformasi permanen, tapi tidak ada keruntuhan seperti longsoran.

Umumnya, besarnya gerakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kuatgesr lereng, sudut lereng, tinggi lereng, waktu kondisi kelembaban, dan ketebalan zona rayapan aktif (Lytton dan Dyke, 1980)

Gerakan dalam bentuk rayapan terjadi hampir diseluruh tipe lereng tanah dan batuan. Kecepatan gerakan variasi dari waktu ke waktu, dan umumnya terjdi pada zona lereng di sekitar permukaan.

Tanah atau batuan yang mengalami rayapan tidak selalu berakhir dengan longsor. Tetapi, tanah dan batuan sering dapat bertahan, walaupun tegangan yang bekerja jauh lebih tinggi pada saat terjadi rayapan. Akan tetapi, rayapan diketahui menjadi salah satu faktor yang ikut mereduksi kuat geser secara bertahap. Analisis yang dilakukan oleh Sukije dan Vidmar (1961) pada longsoran dari jenis tanah tidak berkohesi heterogen dan lempung terkonsolidasi berlebihan (overconsolidated) mengindikasikan bahwa kuat geser tanah tereduksi oleh rayapan.

Kedalaman zona rayapan bervariasi dari beberapa sentimeter sampai beberapa meter, bergantung pada sifat tanah dan kondisi iklim. Kenampakan gerakan lereng akibat rayapan diilustrasikan oleh Taylor (1967) bahwasanya rayapan dapat meneybabkan hal-hal sebagai berikut:

1. Blok batuan bergerak

2. Pohon-pahon melengkung keatas

3. Bagian bawah lereng melengkung dan menarik batuan

4. Bangunan menara, monuman dan lain-lain miring

5. Dinding penahan tanah dan pondasi bergerak dan retak

6. Jalan raya dan rel keluar dari jalurnya

7. Batu-batu besar bergelinding dan lain-lain.

Lereng dapat mengalami gerakan akibat rayapan yang sangat perlahan. Rayapan terus menerus dapat terjadi pada teganagan geser yang rendah, dan terjdi pada waktu yang lama tanpa menyebabkan keruntuhan lereng. Rayapan ino, sering terjadi pada tanah- tanah lempungan dan batuan yang kelebihan beban

Gerakan tanah yang disebabkan oleh rayapan permukaan umumnya kecil pertahunnya, tapi dapat menyebabkan pohon, tiang listrik, pagar, jalan dan lain-lain bergeser. Rayapan musiman lebih besar dari permukaan tanah, dan berkurang dengan bertambahnya kedalaman (haefeli, 1953). Rayapan menerus disebabkan oleh gaya gravitasoinal dan terjadi dibawah zona yang dipengaruhi oleh variasi musim. Bjerrum (1967, 1968) menyatakan bahwa rayaoan menerus terjadi terutama pada serpih (shales). Rayapan terjadi pada batuan berlempung rekat schists di Swiss Timur adalah akibat pengembangan dan rusaknya batuan bila terkena air dan udara ( Moost, 1953) . Rayapan umumnya sangat kecil terjadi pada lempeng tanah terkonsolidasi normal (normally consolidated) karena umumnya kuat gesernya bertambah bila waktu bertambah.

B..1. Macam –macam Rayapan

Ter-Spanian (1966) membedakan deformasi oleh akibat rayapan menjadi tiga macam yaitu :

§ Rayapan Translasional (translansional atau planar creep)

§ Rayapan Rotasional ( rotational creep)

§ Rayapan umum (general creep)

Rayapan translasion terjadi disepanjang bidang yang mendekati sejajar dengan permukaan tanah. Rayapan ini terjadi pada lereng yang panjang. Rayapan rotasional tejadi terutama pada massa batuan tanah homogen, dan hasdil rayapan ini menyebabkan massa tanah atau batuan berotasi. Rayapan yang tidak diklasifikasi sebagai rayapan translasional dan rayapan rotasional disebut rayapan umum (general creep)

B.2. Sebab-sebab Terjadinya Rayapan

Beberapa faktor dapat meneyebabkan rayapan didalam tanah dan batuan. Daerah longsoran lama (old landslide) umumnya dipengaruhi oleh rayapan. Terzaghi (1950) membedakan rayapan musiman (seasonal creep) dan rayapan menerus (continous creep). Rayapan usiman disebabkan oleh temperatur lapisan tanah permukaan, terjadi terutama di dalam tanah-tanah lempungan dan lanauan.

Kedalaman lapisan yang dipengaruhi rayapan umumnya sama dengan atau kurang dari kedalaman tanah yang masih dipengaruhi oleh temperatur musiman maupun perubahan kadar air tanah. Pada musim dingin di daerah yang mengalami musim salju, rayapan dipengaruhi oleh pembekuan atau pencairan es.

Rayapan juga dapat terjadi akibat tekanan air pori tinggi berkembang pada mata air. Tekanan air pori mengurangi kuat geser tanah dan menyebabkan tanah bergerak ke bawah lereng.

Rayapan juga terjadi pada daerah tropis dalam tanah-tanah residual di sekitar lapisan yang masih dipengaruhi oleh perubahan musim, namun biasabya kecepatab rayapannya rend (Broms, 1975)

B. 3 Kecepatan Gerakan Rayapan

Kecepatan rayapan dipengaruhi oleh geometri lereng dan sifat tegangan-tegangan dan kondisi tegangan air pori dalam tanah atau batuan. Rayapan umumnya bertambah dengan bertambahnya waktu. Pada awalnya rayapan terjadi sangat kecil, namun kecepatannya bertambah bila mendekati longsor.Saito dan Uezawa (1961) dan Zaito (1965-1969) menyatakan adanya hubungan keterkaitan antara kecepatan regangan rayapan dan waktu runtuh, yaitu waktu menuju runtuh berbanding terbalik dengan kecepatan regangan, dan tidak bergantung pada macam tanah. Ketika longsoran hampir terjadi, kecepatan rayapan hampir tinggi hingga beberapa sentimeter per hari. Sebagai contoh rayapan di Vaiont sebesar 20cm/thn selama kurang lebih 2 tahun sebelum longsoran terjadi, dan mencapai 6 cm/hari seminggu sebelum longsor.

Berikut ini beberapa kejadian pada lereng terkait dengan kecepatan rayapan yang telah dilaporkan oleh Broms (1975)

1. Kecepatan rayapan antara 10 dan 26 cm per tahun terukur pada lereng schists lempungan di Heizenberg., Swiss.

2. Kecepatan rayapan lereng di Stoss, Swiss.berkisar antara 1-16 m/tahun. Material lereng terutama terdiri dari material debris marl, tapi mengandung batu pasir dan glacial till.

3. Gould (1960) mengukur kecepatan rayapan untuk beberapa lereng lempung terkonsolidasi sangat berlebihan (highly overconsolidated) di sepanjang pantai California. Kecepatan rata-rata oleh lereng dengan ketinggian 50m dan miring 100 adalah 0,3 m/tahun. Gerakan terjadi pada zona sempit sampai pada kedalaman 15 m di bawah permukaan tanah. Tegangan geser rata-rata disepanjang permukaan longsor sangat mungkin di pengaruhi oleh kuat geser residu lempung. Sejarah geologi di lokasi gerakan tanah mengindikasikan bahwa seluruh lereng akhirnya akan longsor, jika kuat geser rata-rata untuk menjaga stabilitas lereng lebih besar dari pada kuat geser residu tanahnya.

4. Kecepatan rayapan di punggung bukit Gradot, Yogoslavia berkisar 15mm/tahun selama kira-kira 100 tahun., tapi kecepatanya bertambah setelah mendekati keruntuhannya. Dalam kasus ini, rayapan dalam lempung menyebabkan lempung retak dan mereduksi kuat geser lempung dan batuan tuff keras yang berada d iatasnya.

5. Kecepatan rayapan sampai mencapai 37 mm/tahun telah terukur di daerah bekas longsoran di Klosters, Swiss oleh Haefeli at al (1953). Kecepatan rayapan di ukur selama 13 tahun umumnya konstan. Kecepatan rayapan yang konstan sekitar 9 mm/tahun di daerah bekas longsoran di Culebra Barat, Saluran Panama telah dilaporkan olehHirshfield et. al (1965). Gerakan ini tidak menyebabkan kesulitan yang berarti.

C. Gerakan Massa

Gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa tanah ini merupakan gerakan ke arah bawah material pembentuk lereng., yang dapat berupa tanah, batu, timbunan buatan atau campuran dan meterial lain.

Menurut Cruden dan Varnes (1992), karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam :

1) Jatuhan (fallas)

2) Robohan (topples)

3) Longsoran (slides)

4) Sebaran (spreads)

5) Aliran (flows)

C.1. Jatuhan

Jatuhan (falls) adalah gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau batuan) di udara tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material yang longsor. Jatuhan terjadi tanpa adanya bidang longsor, dan banyak terjadi pada bidang terjal atau tegak yang terdiri dari batuan yang mempunyai bidang-badang tidak menerus (diskontinuitas). Jatuhan pada tanah terjadi bila mudah tererosi terleteak di atas tanah yang lebih tahan erosi.

Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi oleh akibat pelapukan., perubahan temperatur, tekanan air atau kegiatan penggalian/penggerusanbagian bawah lereng. Jatuhan terjadi di sepanjang kekar, bidang dasar atau zona patahan lokal. Sampai saat ini tidak ada metoda yang cocok untuk analisis stabilitas lereng untuk tipe jatuhan.

Di Norwegia telah terjadi lebih dari 200 jatuhan batuan sejak 1940. Umumnya jatuhan disebabkan oleh pembekuan atau tekanan air yang tertahan dalam retakan batuan (Bjerrum dan Jorstad, 1968)

Di daerah Tempel, Kabupaten Sleman, Yogyakarta terdapat lereng batuan yang terjal yang retak, dengan lebar retakannya secara berangsur-angsur bertambah oleh akibat getaran yang ditimbulkan oleh aliran debris Kali Krasak, ketika terjadi banjir. Air banjir yang mengangkut campuaran material pasir, batuan besar dan kecil ini menimbulkan getaran yang signifikan di daerah sekitarnya.

C.2 Robohan

Robohan (topples) adalah gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidak menerusan yang relatif vertikal. Tipe gerakan hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan longsor adalah mengguling hingga roboh, yang berakibat batuan lepas dari permukaan lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan, adalah seperti halnya kejadian jatuhan batuan, yaitu air yang mengisi retakan.

C.3 Longsoran

Longsoran (slides) adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya gerakan kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bias menyatu atau terpecah-pecah.

Perpindahan material total sebelum longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk mencapai kuat geser puncaknya dan pada tebal zona longsornya. Perpindahan total lebih kecil pada lempung normally consolidated dari pada lempung kaku over consolidated. Zaruba dan Menci (1969), dari pengamatan di lapangan menyimpulkan bahwa tanah-tanah lempung kaku dapat mengalami perpindahan geser (shear displacement) sampai mencapai 2,5% dari tebal zona longsor.Untuk serpih kaku (stiff shales) perpindahan geser dapat mencapai sekitar 0,8% nya.

Klasifikasi tanah longsor yang terkait dengan kedalaman maksimum material longsor di usulkan oleh Broms (1975) dalam Tabel 1.

Gerakan total sebelum longsoran besar melampaui 130 cm telah terjadi di Gradot Gridge, Yugoslavia. (suklje dan Vidmar, 1961). Di Vaiont, gerakan total sebelum kejadian longsor sekitar 250 cm. Di Dosan, gerakan materialm total lebih dari 40 cm sebelum akhirnya juga longsor., dan kecepatan gerakan longsoran pada saat kecepatan kejadian tersebut adalah 30 cm/hari (Saito,1965)

Berdasarkan geometri bidnag gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua jenis, yaitu :

1. Longsoran dengan bidang longsoran lengkung atau longsoran rotasional (rotational slides).

2. Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translational (translational slides).

Tabel 1 . Klasifikasi Kedalaman Longsoran (Broms, 1975)

Tipe

Kedalaman (cm)

Longsoran permukaan (surface slides)

<>

Longsoran dangkal (shallow slides)

1,5-5,0

Longsoran dalam (deep slides)

5,0-2,0

Longsoran sangat dalam (very deep slides)

>2,0

Terdapat beda pengertian antara keruntuhan translasional dan rotasional. Sistem gaya-gaya yang memicu longsoran rotasional atau slump berkurang dengan bertambahnya deformasi, akibatnya massa tanah yang bergerak miring ke belakang. Sedangkan, pada longsoran translasional, system gaya-gaya yang menyebabkan keruntuhan konstan (Broms, 1975).

1. Longsoran rotasional (rotational slides).

Longsoran rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni (slump) terjadi pada material yang relative homogen seperti timbunan buatan (tanggul).

Longsoran rotasional dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Gambar 1.6) :

a. Penggilinciran (slips).

b. Longsoran rotasional berlipat (multiple rotational slides).

c. Penggilinciran berurutan (successive slips).

I. Penggelinciran

Penggelinciran (slips) atau slump yang terjadi dalam serpih (shale) lempung lunak, umumnya mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor bergerak bersama dalam satu kesatuan di sepanjang bidang longsor atau bidang gelincir yang relative tipis (Petterson, 1961).

Longsoran yang terjadi pada lempung overconsolidated rendah (slighty overcosolideted) di Lodalen, Norwegia adalah contoh dari longsoran slump ini (sevaldo,1956). Longsoran rotasional pada lempung normally consolidated juga di laporkan oleh Crandell (1952) di mana longsor ini terjadidi sepanjang sungai mossouri di Saout Dakota.

Jika tanah tidak seragam, bidang longsor jarang sekali berbentuk lingkaran,dan bentuknya di pengaruhi oleh bidang ketidak menerisan batuan (kekar,patahan dan lain-lain).

Tanah yang turun di bagian atas massa tanah longsor yang berada di kepala longsoran (scrap), pada longsoran ratasional umumnya mendekati tegak, khususnya pada tanah-tanah berbutir halus berlapis. Bagian ini tidak dapat berdiri terlalu lama tanpa penyangga, dan longsoran barudari bagian ini bias saja terjadi. Selain itu air yang terperangkap dalam massa tanah longsor yangmiring ke belakan dapat memicu longsoran tambahan, ketika kestabilan lereng menurun.

II. Longsoran rotasional berlipat

Longsor rotasional berlipat (multiple rotational slides). dipicu oleh longsoran awalyang bersifat lokal. Longsor ini berkembang secara bertahapdan menyebarke belakan di sepanjang permukaan bidang longsor, seperti yang terjadi di Folkstone Warren, kent, Inggris (Toms 1953).

III. Longsor berurutan

Longsor berurutan (successive slips) adalah deretan dari sejumlah longsoran rotasional dangkal yang terjadi secara berurutanpada lereng lempung overconsolidated retak-retak. Pada lempung London, longsoran tipe ini terjadi pada kemiringan lereng yang berkisar 9,50 sampai 120 pengamatan longsor di jepang oleh fokuoka (1953) menunjukan bahwa longsoran semacam ini terjadi di awali dari lereng bagian bawah dan kemudian menyebar ke atas.

2. Longsoran translasional

Longsoran translasional dapat di bedakan menjadi:

· Longsoran blok translasional (translasional block slides

· Longsoran pelat (slab)

· Longsoran translasi berlipat (multiple translation slides)

· Longsoran sebaran (spreading failures)

Longsoran translasional merupakan gerakan di sepanjang diskontinuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng, sehingga gerakan secara translasi.

Dalam tanah lempung, translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Longsor translasi lempung yang yang mengandung lapisan pasir atau lanau, dapat di sebabkan oleh tekanan air pori yang tinggi dalam pasir atau lanau tersebut.

a. Longsoran blok translasional

Longsoran blok translasional terjadi pada material keras (batu) di sepanjang kekar (join), bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang posisinya miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan, dengan bidab\ng longsor yang bias di prediksi sebelumnya. Longsor semacam ini sering di picu oleh penggalian lereng bagian bawah, dan terjadi jika kemiringan lereng melampoi sudut gesek dalam (ф) massa batuan di sepanjang bidang longsor, sudut gesek dalam yang bertambah dengan kekasaran bidangdasar (bedding planes) terjadinya longsor, lainnya dapat berkurang oleh akibat perubahan iklim akibat pelapukan.

Longsoran blok pada tanah lempung overconsoludated di Italia telah dilaporkan oleh Esu (1966). Dimensi blok di pengaruhi oleh jarak retakan batuan. Longsor terjadi terutama dalam zona di mana lempung terpecah pecah, dan di mana mana retakan yang berpotensi menyebabkan longsor secara pendekatan merupakan bidang rata.

b. Longsoran pelat

Longsor pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk atau lereng debris dangkal yang terletak pada lapisan batu. Bidang longsor mendekati sejajar permukaan tanah, dan tanah yang longsor bergerak tanpa berubah bentuk dengan rasio D/L sangat jarang lebih besar 0,1 (skempton, 1953) (D= kedalaman longsoran dan L= panjang longsoran). Longsoran pelat elah terjadi pada lereng erjal yang terjadi yang terdiri dari tanah residual, sesudah hujan lebat (Vargas dan Picher 1957). Longsoran yang sama juga erjadi di Furre, Norwegia, pada maerial lereng ang terletak di atas lapisan tipis lempung cair.

c. Longsoran translasional berlipat

Longsoran translasional berlipat (multiple translational slides) awalnya di picu dari longsoran pelat. Longsoran yang demikian, menyebar ke atas secara bertahap ketika tanah di bagian belakang scrap di puncak longsoran melunak oleh air ujan. Air ujan ini mengisi retakan di atas scrap. Longsoran susulan biasanya terjadi sesudah hujan lebat. Longsoran translasional berlipat telah terjadi di jackfield inggris (Henkel dan Skempton, 1954) dan Portuguese Bend, California (Meririem, 1960).

d. Sebaran lateral

Longsor translasional mundur (retrogressive ranslational) adalah longsor tipe sebaran. Dalam tipe keruntuhan ini, yang kejadiannya berkembang sangat cepat,terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau datar. Keruntuhan ini sering terjadi pada lempung varved (berlapis-lapis),di mana tekanan air pori sangat tinggi berkembang pada lapisan tipis pasir atau lanau yang tersisip dalam lempung. Hasil dari gerakan lateral mengakibatkan material yang berada diatasnya remuk, yang dalam beberapa hal dapat mengakibatkan aliran lanau (mudflows). Jika zona lapisan lunak yang berada di bawahnya tebal, maka bagian belakan blok tenggelam kedalam zona lapisan lunak dan mengguling ke belakan.

C.4. Sebaran

Sebaran yang termasuk longsoran translasion juga disebut sebaran lateral (lateral spreading), adalah kombinasi material lunak dibawahnya (Cruden dan Varnes, 1992). Permukaan bidang longsor tidak berada di lokasi terjadinya geseran terkuat. Sebaran dapat terjadi akibat liquefaction tanah granuler atau keruntuhan tanah kohesif lunak di dalam lereng (Schuster dan Fleming, 1982).

Longsor tipe sebaran lateral yang terjadi pada saat hujan lebat di Algeria, adalah berupa blok-blok batu gamping (limestone)yang melesak ke dalam lapisan marl yang berada di bawahnya.lapisan marl ini menjadi lemah oleh pengaruh pelapukan (Drounhin et al.,1948). Longsor untuk tipe yang sama juga terjadi di Handlova,Cekoslovakia, seperti yang di laporkan oleh pasek (1967)

Keruntuhan model sebaran lateral juga terjadi di Northamton Inggris. Sebab kejadiannya adalah akibat penggalian yang melebihi lapisan batu pasir dan sepih (shale) sampai menembus kebawah tertekan ke luar olehakibat eban batuan yang berada diatasnya, dan retak berkembang pada lapisan batu lempung dan batu pasir sejajar arah galian (Hollingwort dan Taylor, 1944).

C.5 Aliran

Aliran (flows) adaah gerakan hancuran material kebawah lereng dan mengalir seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relative sempit. Material yang terbawah aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-kayu ranting dan lain-lain.

Beberapa istilah telah di buat untuk membedakan tipe-tipe aliran yaitu:

1) Aliran tanah (eart flow)

2) Aliran lumpur/ lanau (mud flow)

3) Aliran debris (debris flow)

4) Aliran longsoran (flow slide)

1. Aliran tanah

Aliran tanah (eart flow) sering terjadi pada tanah-tanah berlempung dan berlanau sehabis hujan lebat. Keruntuhan di sebabkan oleh kenaikan berangsur-angsur tekanan air pori dan turunnya kuat geser tanah. Kecepatan gerakan aliran bervariasi dari lambat sampai sangat tinggi, bergatung pada kemiringan lereng dan kadar air tanah. Banyak aliran tanah berlangsung terus sampai beberapa tahun, sampai kemiringan lereng menjadi kecil, atau tanah menjadi cukup kering sehingga kuat gesernya.

Beberapa contoh aliran tanah di laporan oleh Zaruba dan Mencl(1969). Aliran tanah yang terjadi di dekat Handlova Cekoslovakia pada tahun 1960, membawamaterial sebanyak 14,5 juta m3 ketebalan aliran rata-rata sekitar 10 sampai 18 meter, dan mencapai 20 sampai 25 meter pada lokasi terdalam. Selama hari-hari terjadi longsoran, kecepatan longsoran 6,3m/hari, namun kemuian secara bertahap berkurang. Kemiringan pada daerah bawah sekiar 7,30.

Aliran tanah spesial terjadi pada lempung cair dengan kecepatan gerakan sangat tinggi,. Kuat geser material ini turun derastis, bilah susunan tanahnya terganggu. Longsoran pada lempung cair dapat terjadi walaupun kemiringan lereng hanya 3 sampai 40. longsoran tie inisering terjadi dengan tiba-tiba dengan tanpa tanda-tanda, dengan kecepatan gerakan tanah dapat mencapai 0,5 sampai 1,5 m/detik (Skempton dan Hutchnson,1969

2. Aliran lanau

Aliran lanau/lumpur (mud flow) dapat terjadi di daerah kemiringan antaa 5 sampai 150. aliran lanau sering terjadi pada lempung retak-retak atau lempung padat yang berada di lapisan-lapisan pasir halus yang bertekanan air pori tinggi. Aliran lanau ini sering di sebabkan oleh erosi dalam lapisan pasir.

Aliran lanau juga dapat pada lapisan lempung yang mengandung lensa-lensa pasir atau lanu. Tekanan air pori tinggi dapat berkembang dalam lensa-lensa tersebut saat hujan lebat, yang berakibat terjadina alian lanau, di mana massa tanah terpecah-pecah menjadi camuran pasir,lanau dan bongkahan lempung.

3. Aliran debris

Aliran debris (debris flow) adalah aliran yang terjadi pada material berbutir kasar. Kejadian ini sering terjadi pada lereng di daerah kering, dimana tumbuh-tumbuhan sangat jarang, atau di daerah lereng yang permukaanya tidak ada tumbuhannya atau tumbuhannya telah ditebangi. Aliran sering terjadi pada saat hujan kebta atau banjir yang tiba-tiba, yaitu dalam bentuk aliran yang panjang dan sempit. Jurang dapat tererosi secara dalam oleh aliran material debris, sebab material ini mempunyaiberta jenis tinggi.

Aliaran debris ini sering melanda daerah sampai beberapa kilometer. Kecepatan gerakan aliran debris mulai dari rendah sampai sangat tinggi, dan biasanya material terbawa menjadi remuk, ketika bergerak turun kebawah lereng. Kadar air ke massa tanah yang bergerak biasanya sekitar 100% (Broms, 1975)

Terdapat 3 segmen aliran debris (Baldwin et al, 1987) :

· Area sumber (source area)

· Lintasan utama (main track)

· Area pengendapan (depositional area)

Area sumber adalah daerah dimana tanah menjadi terbongkar dan berubah sendiri menjadi aliran debris. Lintasan utama adalah lintasan aliran turun kebawah lereng dan bertambah kecepatannya bergantung pada kemiringan lereng, hambatan, konfigurasi saluran dan kekentalan material mengalir. Ketika aliran debris sampai pada lereng yang kemiringannya landai, maka akaan terjadi pengendapan . Segmen ini disebut area pengendapan.

Aliran debris menyebabkan kerusakan luar biasa dan banyak korban manusia. Sebuah contoh, lebih dari 600 juta jiwa tewas dalam aliran debris yang menghancurkan terjadi di Leyte,Philipina pada 5 November 1991 akibat dari penembangan pohon secara liar pada musim hujan lebat. Pengalaman menunjukan, frekuensi terjadinya aliran debris akan bertambah akibat dari perkembangan penduduk, kerusakan hutan dan praktek-praktek pembukaan lahan yang buruk.

4. Aliran longsoran

Aliran longsoran (flow slide) adalah gerakan material pembentuk lereng akibat liquefaction pada lapisan pasir halus atau lanau yang tidak padat, dan teradi pada umumnya di daerah lereng bagian bawah. Longsoran seperti ini dapat terjadi dengan kecepatan mencapai 50-100 m/jam (Andersen, Bjerrum,1968). Longsoran dengan kecepatan tersebut di akibatkan oleh adanya kelebihan tekanan air pori (excess pore water pressure) yang berkembang saat tanah bergerak selama longsor, atau juga, oleh getaran akibat gempa atau sumber getaran lain. Kelebihan tekanan air pori dapat mendekati tekanan overburden total, sehingga tanah pasir atau lanau halus kehilanagn kuat gesernya.

Pada tahun sekitar 1881-1946 tidak kurang dari 229 longsoran telah terjadi aliran longsoran (Broms,1975). Aliran longsoran ini terjadi hanya dengan kemiringan lereng 4 H : IV, dabn berlangsung pada kecepatan sekitar 50 mm/jam. Waktu longsoran bervariasi antara beberapa jam sampai satu hari. Longsora ini sering terjadi pada saat kedudukan muka air rendah, sesudah terjadi air pasang yang sangat tinggi. Peck dan Kaun (1948) melaporkan kejadian aliran longsoran oleh akibat liquefaction pasir sangat tidak padat yang dihamparkan dengan alat keruk hidrolik. Longsoran pada tahun 1964 di Valdez., Alaska disebabkan oleh liquefaction dari lanau, pasir halus dan pasir. Nilai penetrasi standar N-SPT material berkisar diantara 7-25, dan sekitar 900 juta m3 material terbawa pada longsoran ini.

BAB III

PENYELIDIKAN LONGSOR

A. Gejala Umum Tanah Longsor

Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah longsor adalah :

Ø Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.

Ø Biasanya terjadi setelah hujan.

Ø Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.

Ø Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

I. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.

Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

II. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

III. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

IV. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

V. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.


VI. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

VII. Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

VIII. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

IX. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

X. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.


XI. Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri :

Ø Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.

Ø Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur.

Ø Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.

Ø Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.

Ø Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.

Ø Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.

Ø Longsoran lama ini cukup luas.

XII. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

Ø Bidang perlapisan batuan

Ø Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

Ø Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.

Ø Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).

Ø Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

Ø Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.

XIII. Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.

XIV. Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

C. Wilayah Rawan Tanah Longsor

Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.

Ø Daerah yang memiliki rawan longsor :

Ø Jawa Tengah 327 Lokasi

Ø Jawa Barat 276 Lokasi

Ø Sumatera Barat 100 Lokasi

Ø Sumatera Utara 53 Lokasi

Ø Yogyakarta 30 Lokasi

Ø Kalimantan Barat 23 Lokasi

Ø Sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur. .

D. Tahapan Mitigasi Bencana Tanah Longsor

Ø Pemetaan

Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.

Ø Penyelidikan

Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.


Ø Pemeriksaan

Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penanggulangannya.

Ø Pemantauan

Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.

Ø Sosialisasi

Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah

Ø Pemeriksaan bencana longsor

Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.

E. Tindakan Yang Bisa Dilakukan Selama dan Sesudah Tanah Longsor

I. Tanggap Darurat

Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:

Ø Kondisi medan

Ø Kondisi bencana

Ø Peralatan

Ø Informasi bencana

II. Rehabilitasi

Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.

III. Rekonstruksi

Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor adalah air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Konsekuensi dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi.

B. Saran

Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain:

Ø Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap).

Ø Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan).

Ø Vegetasi kembali lereng-lereng.

Ø Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.

Selain itu ada hal-hal yang harus diketahui untuk menghindari bencana tanah longsor adalah :

Ø Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman.

Ø Buatlah terasering (sengkedan) [ada lereng yang terjal bila membangun permukiman

Ø Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan.

Ø Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal

Ø Jangan menebang pohon di lereng

Ø Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal

Ø Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal

Ø Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak

Ø Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi


DAFTAR PUSTAKA

1. Wikipedia. 2007. Tanah Longsor. http://id.wikipedia.org/wiki/tanah_longsor. diakses Maret 2008.

2. Bachri, Moch. 2006. Geologi Lingkungan. Malang : CV. Aksara.

3. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah. Jakarta : Mancamedia.

C.

D.

C.

C.

C.

C.

C.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar